Bab 4 Chemical Flood Predictive Model

4.1 Pendahuluan

Injeksi kimia (chemical flooding) merupakan bagian dari metode Enhanced Oil Recovery (EOR)yang menggunakan injeksi larutan kimia yang akan bereaksi secara kimiawi (chemical liquid) di reservoir. Zat kimia yang umumnya digunakan adalah surfaktan, polimer, dan alkali. Chemical flooding dapat dibedakan berdasarkan tipe zat kimia yang digunakan, diantaranya injeksi polimer, injeksi surfaktan, injeksi alkali (disebut juga caustic flooding), injeksi surfaktan-polimer (disebut juga micellar flooding), injeksi alkali-polimer (disebut juga caustic-polymer flooding), dan injeksi alkali-surfaktan-polimer (ASP flooding).

Laporan ini membahas mengenai penyusunan chemical flood predictive model untuk memprediksi performa reservoir di bawah pengaruh injeksi kimia. Tipe injeksi kimia yang ditinjau dalam model adalah injeksi surfaktan-polimer (micellar-polymer (MP) flood), injeksi alkali (caustic flood), dan injeksi alkali-polimer (caustic-polymer flood). Dalam predictive model, chemical flood diasumsikan terjadi setelah penerapan waterflood, sehingga chemical flood dipandang sebagai proses perolehan tersier.

Injeksi surfaktan-polimer (MP flood) ditentukan sebagai model default dalam predictive model, dengan dua pilihan metode lainnya, yaitu caustic flood dan caustic-polymer flood, dimana perhitungan prediksi performa dari caustic dan caustic-polymer flood ditentukan berdasarkan performa dari MP flood, yaitu masing-masing sebesar 15% dan 40% dari nilai prediksi MP flood untuk parameter perolehan minyak.

Algoritma predictive model dibangun dari tinjauan teori dan studi simulasi. Terdapat sejumlah faktor yang pengaruhnya dianggap paling signifikan terhadap performa produksi MP flood. Faktor-faktor ini diantaranya adalah bilangan kapiler (capillary number), keheterogenan reservoir (reservoir heterogeneity), crossflow, adsorpsi surfaktan pada batuan formasi, dan wettability.

Teori fractional flow digunakan untuk melakukan analisis terhadap beberapa parameter performa flooding, seperti oil breakthrough, surfactant breakthrough, perolehan minyak (oil recovery), dan project life. Efisiensi perolehan minyak (oil recovery efficiency) ditentukan sebagai hasil kali antara displacement efficiency (ED), vertical sweep efficiency dari surfaktan (EV), dan polymer sweep atau mobility buffer sweep efficiency (EMB). Koreksi adanya crossflow terhadap nilai efisiensi perolehan minyak dilakukan melalui korelasi yang merupakan fungsi dari rasio \(\frac{k_v}{k_h}\).

Displacement efficiency ditentukan dari korelasi yang merupakan fungsi dari bilangan kapiler, sedangkan vertical sweep efficiency dihitung menggunakan korelasi yang diperoleh dari studi simulasi. Korelasi ini merupakan fungsi dari ukuran injeksi slug surfaktan, adsorpsi surfaktan pada batuan formasi, dan keheterogenan reservoir. Polymer sweep juga ditentukan berdasarkan korelasi dari hasil simulasi. Korelasi yang dibangun merupakan fungsi dari ukuran slug injeksi polimer dan vertical sweep efficiency.

Efek keheterogenan reservoir terhadap kecepatan front surfaktan dan oil bank disertakan dalam model melalui korelasi yang merupakan fungsi dari koefisien variasi permeabilitas Dykstra-Parsons, (VDP).

Sebelum membahas mengenai algoritma predictive model, akan terlebih dahulu dibahas mengenai sifat fisis dan mekanisme dari surfaktan dan alkali.

4.2 Tinjauan Sifat Fisis dan Mekanisme Kerja Dari Surfaktan dan Alkali

4.2.1 Sifat Fisis dan Mekanisme Kerja Surfaktan

Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrolifik dan bagian ekor bersifat hidrofobik menyebabkan surfaktan cenderung memposisikan dirinya di permukaan atau bidang batas antar fasa yang berbeda polaritasnya seperti minyak dan air. Kegunaan surfaktan antara lain untuk menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi, misalnya oil in water (O/W) atau water in oil (W/O). Di samping itu, surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat penggabungan (coalescence) dari partikel yang terdispersi (Rieger, 1985).

Molekul Surfaktan

Gambar 1.1: Molekul Surfaktan

 

Berdasarkan gugus hidrofiliknya, molekul surfaktan dibedakan ke dalam 4 kelompok (Rieger, 1985; Rosen, 2004), yaitu:

  1. Surfaktan anionik
    Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada gugus hidrofilik atau aktif permukaan (surface-active), seperti gugus sulfat atau sulfonat.

     

  2. Surfaktan kationik
    Surfaktan kationik H adalah senyawa yang bermuatan positif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan, seperti quarternery ammonium salt (QUAT).

     

  3. Surfaktan non-ionik
    Surfaktan non-ionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofilik disebabkan karena keberadaan gugus oksigen eter atau hidroksil.

     

  4. Surfaktan amfoterik
    Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang bermuatan positif dan negatif pada molekulnya, dimana muatannya bergantung kepada pH. Pada pH rendah akan bermuatan negatif dan pada pH tinggi akan bermuatan positif. (Mathenson, 1996; Rosen, 2004).

     

Dalam aplikasinya, keempat jenis surfaktan tersebut memiliki fungsi yang spesifik dan kondisi lingkungan kerja yang spesifik. Surfaktan anionik sangat baik digunakan untuk stimulasi batuan sandstone. Adanya unsur silika di dalam batuan sandstone yang bermuatan negatif akan menyebabkan water wet pada formasi batuan sandstone. Kondisi ini akan menyebabkan turunnya gaya adhesi antara minyak dan batuan sehingga minyak akan lepas dan lebih mudah mengalir dan sifat batuan akan berubah menjadi water wet. Sebaliknya pada batuan limestone yang bermuatan positif, penggunaan surfaktan anionik akan menyebabkan batuan bersifat oil wet (Allen and Robert, 1993).

Surfaktan kationik dengan muatan gugus hidrofiliknya yang positif akan merubah wettability batuan yang memiliki muatan positif menjadi water wet seperti batuan karbonat dan akan merubah wettability batuan yang bermuatan negatif seperti batuan sandstone menjadi oil wet. Berbeda dengan surfaktan anionik dan kationik, surfaktan non-ionik yang tidak memiliki muatan pada gugus hidrofiliknya menyebabkannya compatible pada kedua jenis batuan. Surfaktan nonionik akan menyebabkan water wet baik pada batuan karbonat maupun sandstone. Sedangkan penggunaan surfaktan amfoterik pada kedua jenis batuan tersebut tergantung pada pH larutan dimana surfaktan tersebut bekerja. Pada kondisi pH > 7 (basa), gugus hidrofilik surfaktan amfoterik akan bermuatan positif sehingga akan menyebabkan water wet pada batuan yang memiliki muatan positif (karbonat). Pada pH < 7 (asam), gugus hidrofilik surfaktan amfoterik akan bermuatan negatif sehingga akan menyebabkan water wet pada batuan yang memiliki muatan negatif (sandstone), sedangkan pada pH = 7, gugus hidrofilik surfaktan amfoterik tidak akan bermuatan. Namun pada aplikasi stimulasi surfaktan, surfaktan amfoterik digunakan terbatas sebagai pencegah korosi dan agen pembusa (Allen and Robert, 1993; Mulyadi, 2002).

Menurut Mathenson (1996), kelompok surfaktan yang penggunaannya dalam jumlah terbesar adalah surfaktan anionik. Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya gugus ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa grup sulfat atau sulfonat. Beberapa contoh surfaktan anionik, yaitu linear alkilbenzen sulfonat (LAS), alcohol sulfat (AS), alcohol eter sulfat (AES), alfa olefin sulfonat (AOS), paraffin (secondary alkane sulfonate, SAS), dan metil ester sulfonat (MES).

Mekanisme surfaktan dalam proses Enhanced Oil Recovery adalah dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, mengubah wettability, bersifat sebagai emulsifier, menurunkan viskositas dan menstabilkan dispersi sehingga memudahkan proses produksi. Untuk mendorong minyak yang terjebak dalam pori batuan, maka gaya kapilaritas dalam pori-pori harus diturunkan dengan cara menurunkan nilai IFT (Interfacial Tension) dan menurunkan saturasi minyak. Surfaktan yang berada di dalam slug harus dibuat agar membentuk micelle, yaitu surfaktan yang aktif dan mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika konsentrasinya masih kecil,maka campuran surfaktan tersebut masih berupa monomer (belum aktif). Untuk itu, setiap slug perlu diketahui critical micelles concentration (CMC), yaitu nilai konsentrasi tertentu dimana surfaktan yang semula monomer berubah menjadi micelles. Hal yang penting dalam proses penggunaan surfaktan untuk menghasilkan recovery minyak yang tinggi adalah (Pithapurwala, et al, 1986):

  • Memiliki IFT yang sangat rendah (minimal 10-3 dyne/cm) antara chemical bank dan residual oil; dan antara chemical bank dan drive fluid.
  • Memiliki kecocokan dengan air formasi dan kestabilan terhadap temperatur.
  • Memiliki mobility control.
  • Kelayakan ekonomis proses.

Proses injeksi surfaktan perlu memperhatikan besar bilangan kapiler terhadap penurunan saturasi minyak tersisa (Sor). Biasanya reservoir yang diinjeksi surfaktan memiliki harga saturasi minyak tersisa di bawah 45% dengan nilai bilangan kapiler berkisar 10-4 - 10-2, sehingga pendesakan surfaktan optimal. Semakin rendah saturasi minyak tersisa pada suatu reservoir, maka semakin besar bilangan kapiler yang dibutuhkan agar pendesakan surfaktan optimal (Lake, 1989). Untuk memperbesar bilangan kapiler diperlukan tegangan antarmuka yang rendah. Hubungan antara bilangan kapiler dengan tegangan antar muka adalah sebagai berikut. \[N_{cap}=\mu \frac{\nu}{\sigma}...(1)\] dimana Nc adalah bilangan kapiler, \(\mu\) adalah viskositas fluida pendesak (cP), \(\nu\) adalah laju injeksi fluida pendesak, dan \(\sigma\) adalah tegangan antarmuka (dyne/cm).

Penurunan nilai tegangan antarmuka dapat dilakukan dengan menambahkan surfaktan. Surfaktan yang baik adalah mampu menurunkan nilai tegangan permukaan hingga ultra low IFT, yaitu lebih rendah dari 10-2 dyne/cm, karena pada kondisi tersebut maka bilangan kapiler akan semakin tinggi sehingga recovery factor (RF) juga makin meningkat

4.2.2 Sifat Fisis dan Mekanisme Kerja Alkali

Alkaline flooding (atau caustic flooding) merupakan salah satu metode Enhanced Oil Recovery (EOR) dimana dilakukan injeksi air dengan penambahan agen alkali pH tinggi (basa). Alkali memiliki kesamaan fungsi dengan injeksi surfaktan, namun memiliki cost yang lebih rendah dalam aplikasi penggunaannya.

Tingginya pH dicirikan dengan tingginya konsentrasi anion hidroksida (OH-). Jenis chemical yang biasanya digunakan adalah Natrium Hidroksida (NaOH), Sodium Orthosilicate (NaSiO6), dan Natrium Carbonate (Na2CO3).

Dengan menginjeksikan alkali, diharapkan terjadi penurunan tegangan permukaan (IFT), gejala emulsi, dan perubahan wettability. Berdasarkan jenis chemical yang digunakan, maka alkaline flooding akan bekerja optimum bila digunakan pada viskositas fluida sedang, fluida dengan API gravity rendah, dan karakteristik oil yang naphtenic.

Tipe material alkali yang sering digunakan pada proyek-proyek EOR adalah sodium hydroxide dan sodium othosilicate. Bahan lain yang ditelah diteliti diantaranya juga sodium carbonate, ammonium hydroxide, polyphosphate, dan hydroxyl amine.

Alkaline flooding memperbaiki recovery dari acidic oils dengan dua tahap proses (Castor, 1979). Tahap pertama melibatkan mobilisasi dari residual oil dengan perubahan konfigurasi seperti emulsifikasi dan wettability alteration. Surface-active salt dibentuk secara in situ dengan melibatkan reaksi asam-basa antara alkali dan organic acids di dalam residual oil. Surfaktan yang terbentuk memiliki sifat-sifat berikut:

  1. Mengadsorbsi pada oil-water interface ke interfacial tension yang lebih rendah. Pada beberapa kasus hal tersebut menyebabkan spontaneous emulsification dan phase swelling.
  2. Bereaksi atau adsorb pada permukaan batuan, merubah karaketeristik wettability batuan, dan konfigurasi dari residual ganglia crude oil (Castor, 1979).

Tahap kedua melibatkan modifikasi dari karakteristik produksi makroskopik dari fasa minyak yang bergerak. Efisiensi recovery minyak secara keseluruhan dapat meningkat pada tahap ini dengan peningkatan displacement efficiency melalui mobility control.

Johnson (1976) me-review mekanisme dimana alkaline flooding dapat meningkatan perolehan minyak yang bersifat acidic dari reservoir terdeplesi parsial:

  1. Emulsifikasi dan entrainment
    Pada mekanisme ini (pertama dipublikasikan oleh Subkow, 1942), Subkow menyebutkan bahwa konsentrasi alkali dan pH harus dapat membuat emulsi oil-in-water yang stabil terbentuk pada proses emulsifikasi dan entrainment.

     

  2. Emulsifikasi dan entrapment
    Pada proses ini, minyak yang teremulsi kembali terjebak di dalam porous medium pada pore throats yang terlalu kecil bagi droplet emulsi untuk masuk mendorong air yang diinjeksi kedalam pori yang sebelumnya belum tersapu. Hasil dari penurunan pada mobility dari fasa aqueous dengan peningkatan displacement efficiency dan penurunan jumlah viscous fingering (Jennings, et.al., 1974).

     

  3. Perubahan wettability dari water-wet ke oil-wet
    Wettability berubah karena reaksi antara caustic dan acidic polar compounds yang menempel pada batuan reservoir oil-wet. Perubahan wettability ini menghasilkan peningkatan pada oil/water relative permeability ratio dan peningkatan pada displacement efficiency.

     

  4. Perubahan wettability dari oil-wet ke water-wet
    Cooke et al. (1974) merekomendasikan mekanisme ini dimana alterasi dari wettability dari water-wet ke oil-wet menyebabkan fasa kontinu non-wetting residual oil menyebar ke fasa wetting kontinu. Secara simultan, interfacial tension yang rendah mempengaruhi formasi dari emulsi alkali-in-oil yang menyumbat jalur aliran dan juga mempengaruhi pressure gradient yang tinggi disekitarnya. Pressure gradient yang tinggi ini mengatasi gaya kapiler yang sudah menurun dan kemudian dapat menurunkan residual oil saturation.

     

    5.Tambahan beberapa mekanisme diantaranya adalah penurunan interfacial tension dan solubilization interfacial films.

     

Selain itu, Johnson juga mendiskusikan variasi dan kombinasi 4 dasar mekanisme:

  1. Cyclic emulsification dan entrapment process (Sarem 1974).
  2. Alternate emulsification-entrapment dan emulsification entrainment process (Wade dan Lechtenberg, 1978).
  3. Concurrent entrainment dan entrapment seteleh emulsification, wettability alteration, dan chromatographic wettability reversal (Radke dan Somerton, 1977, 1978; Castor et al., 1978).

4.3 Mekanisme Proses Injeksi Kimia

Skema injeksi surfaktan-polimer dapat dilihat pada gambar berikut.

Skema injeksi _micellar-polymer_

Gambar 1.2: Skema injeksi micellar-polymer

 

Secara garis besar, injeksi surfakta-polimer terdiri dari:

  • Chase water, digunakan sebagai pendorong fluida injeksi dari sumur injeksi ke sumur produksi
  • Polimer slug, penggunaan polimer dalam injeksi surfaktan berfungsi sebagai mobility buffer,yaitu sebagai pengontrol mobilitas surfaktan dalam rangka effisiensi penyapuan dan melindungi surfaktan dari fluida pendorong. Mobility buffer biasanya berupa campuran dari 250 – 2500 gr/cm3 polimer, 0 - 1% alkohol, stabilizers dan biocide, dimana volumenya berkisar antara 1 – 100% dari volume pori injeksi (Vpf).
  • Micellar (Surfaktan) slug, berupa surfaktan dan tambahan oil recovering agent yang berupa alkohol (0 - 5%), cosurfactan (0 - 5%), minyak, dan polimer. Volume larutan berkisar antara 5 – 20% Vpf.
  • Preflush, merupakan larutan pembuka yang berupa air garam (Na+, Ca2+) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas air formasi, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran antara air formasi dengan surfaktan yang diinjeksikan. Volume dari preflush berkisar antara 0 – 100% Vpf.

Larutan surfaktan yang diinjeksikan ke dalam reservoir akan bersinggungan dengan permukaaan gelembung minyak, surfaktan bekerja sebagai zat aktif permukaan untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air.

Slug polimer yang diinjeksikan diantara slug fresh water adalah untuk mengurangi kontak langsung dengan air reservoir yang mengandung garam. Air garam menurunkan viskositas polimer. Jadi injeksi polimer tidak menurunkan saturasi minyak sisa, tetapi memperbaiki perolehan minyak yang lebih dari injeksi air denan menaikkan volume reservoir yang berhubungan.

4.4 Asumsi dan Batasan Dalam Predictive Model

Beberapa asumsi dan batasan dalam predictive model yang dibangun diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Predictive model dibangun hanya untuk litologi sandstone.
  2. Micellar-polymer (MP) flood diasumsikan dilakukan setelah waterflood.
  3. Temperatur formasi maksimum dibatasi sebesar 230°F, dan salinitas air formasi maksimum dibatasi sebesar 80000 ppm TDS.
  4. Target oil dari MP flood adalah residual oil di zona yang sebelumnya telah disapu oleh air saat waterflood. Fraksi target oil yang dapat diproduksikan didefinisikan sebagai efisiensi perolehan (overall recovery efficiency (ER)). ER dinyatakan sebagai fungsi dari bilangan kapiler, vertical sweep efficiency, dan mobility buffer efficiency.
  5. Areal sweep dari MP flood diasumsikan sama dengan areal sweep dari waterflood yang telah dilakukan sebelumnya.
  6. Dalam algoritma predictive model, adsorpsi surfaktan ditinjau, namun adsorpsi polimer diabaikan.
  7. Displacement efficiency dari MP flood merupakan fungsi dari bilangan kapiler, dimana bilangan kapiler merupakan fungsi dari permeabilitas, depth, dan well spacing.
  8. Interfacial tension antara micellar-minyak dianggap konstan pada nilai 10-3 dyne/cm.
  9. Predictive model berlaku untuk pola five-spot, seven-spot, dan nine-spot.
  10. Laju injeksi diasumsikan konstan sepanjang periode flooding.
  11. Dalam menghitung injectivity, viskositas surfaktan diasumsikan sama dengan viskositas minyak.
  12. Profil produksi minyak dari MP flood untuk reservoir heterogen diasumsikan berbentuk segitiga. Luas daerah di bawah kurva produksi minyak, yang merupakan kumulatif produksi minyak, digunakan untuk mengestimasi nilai peak oil rate.
  13. Breakthrough minyak dan surfaktan dihitung dari teori fractional flow.
  14. Laju produksi minyak maksimum diasumsikan terjadi saat periode surfactant breakthrough.
  15. Tidak terjadi perubahan kecepatan pada surfactant front saat polymer front mendahului surfactant front.
  16. Dalam menghitung vertical sweep efficiency, diasumsikan beberapa hal berikut:
    • Saturasi minyak movable di reservoir terdistribusi secara uniform.
    • Adanya lag dari surfactant front yang disebabkan oleh adsorpsi surfaktan terjadi secara uniform sepanjang reservoir.
    • Dispersi dari slug surfaktan diabaikan.
    • Nilai mobility ratio di setiap front bank di reservoir adalah satu.
    • Di zona yang telah tersapu oleh surfaktan, nilai saturasi minyak berkurang menjadi suatu nilai konstan yang bersesuaian dengan kurva capillary desaturation.

4.5 Konsep dan Algoritma yang Digunakan Dalam Predictive Model

4.5.1 Perhitungan Target Oil

Target oil dari MP flood adalah residual oil yang berada di zona yang telah tersapu oleh air pada proses waterflood yang telah diterapkan sebelum MP flood. Maksud dari pernyataan ini adalah areal sweep efficiency dari MP flood dianggap sama dengan areal sweep efficiency pada waterflood (areal sweep efficiency tidak berubah). Karena target oil hanya berada di zona sapuan sebelumnya, maka minyak yang berada di luar zona sapuan tidak dianggap sebagai target oil. Nilai target oil dinyatakan oleh persamaan berikut. \[TO = \left[ \frac{S_{orw}}{S_{oi}-S_{orw}} \right] \left[N_p-OOIP \left( 1- \frac{B_{oi}}{B_{of}}\right) \right] \left[ 1-f_{bw}-f_{gc} \right]...(2)\] dimana:
\(f_{bw}\) = zona reservoir unswept di atas bottom water
\(f_{gc}\) = zona reservoir unswept di bawah gas cap

Maka, floodable pore volume dinyatakan oleh persamaan berikut. \[V_p = TO \left( \frac{B_{of}}{S_{orw}}\right)...(3)\] Jika nilai TO tidak dapat diperoleh dari persamaan (2) karena terdapat parameter yang nilainya tidak diketahui, maka nilai TO dapat diapproksimasi menggunakan persamaan (3) dengan nilai Vp diasumsikan sama dengan \(A\phi h\).

4.6 Laju Alir dan Bilangan Kapiler

Persamaan laju alir dan bilangan kapiler diturunkan dari persamaan aliran steady-state Muskat, dimana Muskat mendefinisikan injectivity coefficient, Cp, sebagai: \[\frac{C_pD}{\mu_o} \equiv \frac{\Delta P}{\mu}...(4) \] Persamaan laju alir (dalam satuan bbl/day) adalah: \[q = \frac{0.003541C_pkhD}{\mu_o \left[ 5.58+ \frac{1}{2}\ln A\right]}...(5)\] dimana A adalah luas daerah untuk setiap pola injeksi.
Dari definisi bilangan kapiler, \[N_{cap}=u \frac{\mu}{\sigma}...(6)\] Laju alir fluida (dalam satuan ft/day) untuk pola 5-spot dinyatakan oleh Parsons sebagai: \[u = \frac{0.000055C_pkD}{\mu_o \sqrt A \left[ 5.58+ \frac{1}{2}\ln A\right]}...(7)\] Dengan mengasumsikan \(\mu\)\(\mu_o\) dan \(\sigma\) = 10-3 dyne/cm pada persamaan (6), maka substitusi persamaan (6) ke persamaan (7) memberikan persamaan bilangan kapiler berikut. \[N_{cap} = \frac{(1.9 \times 10^{-7})C_pkD}{\sqrt A \left() 5.58+ \frac{1}{2}\ln A\right)}...(8)\] Dapat dilihat pada persamaan (5) dan (8) bahwa nilai laju alir dan bilangan kapiler sangat dipengaruhi oleh parameter injectivity coefficient, Cp.

4.6.1 Surfactant Retention Pada Batuan Sandstone

Mekanisme surfactant retention ditinjau hanya disebabkan oleh adsorpsi pada clay yang terdapat di dalam sandstone, sehingga besarnya surfactant retention dipengaruhi oleh fraksi berat clay. Surfactant retention dinyatakan dalam satuan pore volume injeksi surfaktan slug adalah: \[D_s = \left(\frac{1-\phi}{\phi} \right) \left( \frac{\rho_sa_s}{\rho_sC_s}\right)\frac {1}{1000}...(9)\] dimana:
\(a_s\) = surfactant retention dalam satuan mg surfaktan/g batuan
\(C_s\) = fraksi volume surfaktan di dalam slug

Nilai surfactant retention, \(a_s\), umumnya diperoleh melalui eksperimen di laboratorium. Jika tidak terdapat data laboratorium, maka \(a_s\) dapat diestimasi dari korelasi antara adsorpsi surfaktan pada sandstone dengan total fraksi clay dalam sandstone seperti diperlihatkan pada grafik berikut.

Korelasi grafik antara adsorpsi surfaktan dengan total fraksi berat _clay_ dalam _sandstone_

Gambar 1.3: Korelasi grafik antara adsorpsi surfaktan dengan total fraksi berat clay dalam sandstone

 

Selain melalui korelasi grafik di atas, persamaan berikut, yang menyatakan surfactant retention sebagai fungsi dari fraksi berat clay, juga dapat digunakan untuk mengestimasi nilai \(a_s\) jika nilai fraksi berat clay diketahui. \[a_s = 3.3 \times wt.fr.clay ... (10)\] Jika fraksi berat clay juga tidak diketahui, maka nilai \(a_s\) = 0.4 mg/g dapat digunakan sebagai nilai default untuk surfactant retention.

4.6.2 Perhitungan Oil Recovery

Efisiensi perolehan minyak (oil recovery efficiency) tanpa menyertakan pengaruh crossflow dinyatakan oleh persamaan berikut. \[E_r^0=E_DE_VE_{MB}...(11)\] dimana ED menyatakan displacement efficiency, EV menyatakan vertical sweep efficiency, dan EMB menyatakan mobility buffer (polimer) sweep efficiency.

Displacement efficiency didefinisikan sebagai berikut. \[E_D = \frac{(S_{orw})-(S_{orc}}{(S_{orw}}...(12)\] dimana:
\(S_{orc}\) = nilai saturasi minyak di zona sapuan micellar slug.

Displacement efficiency merupakan fungsi dari bilangan kapiler yang terhubung melalui kurva capillary desaturation. Terdapat tiga cara untuk menentukan nilai displacement efficiency.

  1. Tentukan nilai bilangan kapiler, Ncap, dari persamaan (8), kemudian gunakan kurva capillary desaturation yang khusus dibangun untuk reservoir target.
  2. Nilai displacement efficiency diperoleh secara langsung dari hasil analisis core di laboratorium dengan nilai \(\frac{V_{ps}}{D_s}\) yang tinggi.
  3. Nilai bilangan kapiler ditentukan dari persamaan (8), kemudian digunakan kurva capillary desaturation untuk Berea rock yang dibangun oleh Gupta-Trushenski. Gambar berikut memperlihatkan kurva ini.
Kurva _capillary desaturation_ untuk Berea _rock_ yang disusun oleh Gupta dan Trushenki

Gambar 1.4: Kurva capillary desaturation untuk Berea rock yang disusun oleh Gupta dan Trushenki

 

Pengaruh wettability terhadap displacement efficiency diwakili oleh rasio antara nilai end-point permeabilitas relatif air terhadap minyak, yaitu: \[R = \frac{k_{rw}^0}{k_{ro}^0}...(13)\] Nilai R = 0.2 menandakan sistem water wet, sedangkan nilai R = 10 menandakan sistem oil wet.

Vertical sweep efficiency dinyatakan sebagai fungsi dari keheterogenan reservoir, yang diwakili oleh koefisien variasi permeabilitas Dykstra-Parsons (VDP) dan rasio \(\frac{V_{ps}}{D_s}\), Vertical sweep efficiency secara matematis dinyatakan oleh persamaan berikut. \[E_V = C_m + \frac{V_{ps}}{D_s}(1-F_m)...(14)\] dimana \(\frac{V_{ps}}{D_s}\) adalah dimensionless surfactant slug size, yaitu rasio antara nilai pore volume slug injeksi surfaktan yang sebenarnya (VPS) terhadap nilai pore volume surfactant retention (DS).

Pada persamaan (14), CM dan FM menyatakan storage capacity dan flow capacity dari lapisan M, yaitu lapisan dimana polimer front mendahului surfaktan front. Nilai FM dihitung menggunakan persamaan berikut.

Jika \(\frac{V_{ps}}{D_s} \leq EFF,\) \[F_M = \frac{\left( \frac{EFF}{\frac{V_{ps}}{D_s}}\right)^{0.5}-EFF}{1-EFF}...(15)\] Jika \(\frac{V_{ps}}{D_s} > EFF,\) \[F_M = 1...(16)\] Sedangkan nilai CM dihitung menggunakan persamaan berikut. \[C_M = \frac{1}{EFF \left( \frac{1}F_M-1{}\right)+1}...(17)\] Parameter EFF menyatakan effective mobility ratio, yang dihitung sebagai fungsi dari koefisien variasi permeabilitas Dykstra-Parsons (VDP). \[EFF = 10^{ \left( \frac{V_{DP}}{(1-V_{DP})^{0.2}} \right)}...(18)\] Untuk lapisan 1-D homogen, \(F_M = C_M = 0\), dan \(E_V = 1\).

Mobility buffer sweep efficiency (EMB) didefinisikan sebagai rasio antara volume produksi minyak terhadap volume minyak mobile di reservoir. EMB merupakan fungsi dari pore volume injeksi polimer (VMB), koefisien variasi permeabilitas Dykstra-Parsons (VDP), dan rasio \(\frac{V_{ps}}{D_s}\). Mobility buffer sweep efficiency dinyatakan oleh persamaan berikut. \[E_{MB}=(1-E_{MBo}) \left[ 1-exp \left( \frac{- \alpha V_{MB} }{E_V^{\beta}} \right) \right]+E_{MBo}...(19)\] dimana: \[E_{MBo} = E_{MB|V_{MB}=0}...(20)\] Nilai dan korelasi mengenai parameter-parameter \(\alpha\), \(\beta\), dan EMBo diperoleh dari hasil studi simulasi. Hasil simulasi memberikan nilai-nilai berikut sebagai nilai yang sesuai untuk digunakan pada persamaan (19). \[\alpha = 0.4\] \[\beta = 1.2\] \[E_{MBo} = 0.71 - 0.6V_{DP}...(21)\] Maka, perolehan volume minyak target dinyatakan oleh persamaan berikut. \[N_{TO} = E_R^0(TO)...(22)\]

4.6.3 Karakteristik Produksi Minyak dan Koreksi Terhadap Crossflow

Berdasarkan teori fractional flow, micellar-polymer flood akan membentuk oil bank di reservoir dengan nilai saturasi minyak Sob dan fraksi aliran minyak fob. Di belakang oil bank adalah surfactant bank, dimana surfactant front bergerak dengan kecepatan yang dinyatakan oleh: \[v_s = \frac{1}{1+D_s-S_{orc}}...(23)\] Kecepatan surfactant front, persamaan (23), dapat pula dinyatakan dalam bentuk lain, yaitu menggunakan nilai saturasi minyak dan fraksi aliran minyak di oil bank, Sob dan fob. \[v_s=\frac{f_{ob}}{S_{ob}-S_{orc}}=\frac{1-f_{wb}}{1-S_{wb}-S_{orc}}...(24)\] Nilai Swb dan fwb diperoleh dari analisis kurva fractional flow. Tinjau kurva fractional flow air dan minyak, dimana selain kurva fractional flow, terdapat pula garis lurus yang berawal di titik (fw = 0, Sw = -Ds) dan berakhir di titik (fw = 1, Sw = 1 - Sorc). Garis lurus ini akan berpotongan dengan kurva fractional flow di titik (Swb,fwb). Gambar di halaman selanjutnya memperlihatkan penjelasan

Maka, nilai saturasi air dan fraksi aliran air di oil bank,Swb dan fwb diperoleh dengan menentukan titik potong garis lurus terhadap kurva fractional flow. Setelah kedua nilai parameter ini diperoleh, maka kecepatan surfactant front yang dinyatakan oleh persamaan (24) dapat dihitung. Selanjutnya, kecepatan front oil bank dihitung menggunakan persamaan berikut. \[v_{ob} = \frac{f_{ob}-f_{oi}}{S_{ob}-S_{oi}}...(25)\] dimana untuk perolehan tersier, Soi = Sor dan foi = 0.

Kurva _fractional flow_ air, titik potong antara kurva _fractional flow_ dengan garis lurus memberikan nilai (*S~wb~*,*f~wb~*)

Gambar 1.5: Kurva fractional flow air, titik potong antara kurva fractional flow dengan garis lurus memberikan nilai (Swb,fwb)

 

Dari persamaan kecepatan surfactant front dan oil bank front, dimensionless breakthrough time untuk oil bank (tDob) dan surfactant bank (tDs) untuk reservoir homogen dinyatakan oleh persamaan berikut. \[t_{Dob}=\frac{1}{v_{ob}}...(26)\] \[t_{Ds}=\frac{1}{v_{s}}...(27)\] Untuk reservoir homogen, fungsi produksi dimensionless dinyatakan sebagai berikut.

Untuk \(t_{D} \leq t_{Dob},\ oil\ cut = f_{oi}\)
Untuk \(t_{Dob} \leq t_{D} \leq t_{Ds},\ oil\ cut = f_{oc}\)
Untuk \(t_{D} > t_{Ds},\ oil\ cut = 0\)

Gambar berikut memperlihatkan kurva oil cut terhadap waktu dimensionless, tD.

_Oil cut_ vs. waktu _dimensionless_ untuk reservoir homogen

Gambar 1.6: Oil cut vs. waktu dimensionless untuk reservoir homogen

 

Penjelasan karakteristik produksi di atas berlaku untuk reservoir homogen. Untuk reservoir heterogen, penjelasan karakteristik produksi dilakukan menggunakan koreksi terhadap parameter-parameter produksi homogen yang telah dijelaskan sebelumnya. Koreksi dilakukan terhadap faktor layering. Untuk melakukan hal ini, profil produksi minyak diasumsikan berbentuk segitiga, yang dikarakterisasi oleh empat parameter berikut: oil breakthrough time (tob), surfactant breakthrough time (ts), peak oil rate (qopk), dan time of zero rate (tsw).

Profil produksi minyak (diasumsikan berbentuk segitiga) untuk reservoir heterogen

Gambar 1.7: Profil produksi minyak (diasumsikan berbentuk segitiga) untuk reservoir heterogen

 

Analisis terhadap keempat parameter di atas akan dimulai dengan mendefinisikan parameter _dimensionles_s-nya. Waktu breakthrough minyak dimensionless (tDob) dan waktu breakthrough surfaktan dimensionless (tDs) dinyatakan oleh dua persamaan berikut. \[t_{Dob}=\frac{1}{(v_{ob})(EFF)}...(28)\] \[t_{Ds}=\frac{1}{(v_{s})(EFF)}...(29)\] Nilai fraksi aliran minyak tertinggi (peak oil fractional flow) dinyatakan oleh: \[f_{opk}=(f_{ob})(f_{fprim})...(30)\] dengan \[f_{fprim}=\frac{(EFF)(CFPRIM)}{[(EFF)(CFPRIM)]+1-CFPRIM}...(31)\] \[CFPRIM=\frac{\left[\frac{1}{\left(\frac{v_{s}}{v_{ob}}\right)}\right]^{0.5}-1}{EFF-1}...(32)\] Waktu dimensionless saat laju alir minyak nol (time of zero oil rate dimensionless), tDsw, dinyatakan oleh persamaan berikut. \[t_{Dsw}=t_{Dob}+ \frac{2(E_R^0)(S_{orw})}{f_{opk}}...(33)\] Pembahasan di atas memberikan nilai dari parameter-parameter dimensionless pada kurva laju produksi minyak, yaitu waktu dimensionless oil breakthrough (tDob), waktu dimensionless surfaktan breakthrough (tDs), dan waktu dimensionless zero oil rate (tDsw). Parameter-parameter dimensionless ini selanjutnya akan dikonversi ke dalam nilai sebenarnya.

Untuk mengkonversi parameter dimensionless ke dalam nilai sebenarnya, dibutuhkan informasi mengenai laju alir fluida di reservoir. Nilai laju alir fluida reservoir pada kondisi aliran steady-state dinyatakan oleh persamaan (5), yaitu: \[q=\frac{0.003541C_pkhD}{\mu_o \left[ 5.58+ \frac{1}{2}\ln A\right]}\] Setelah nilai laju alir fluida di reservoir diketahui, parameter-parameter dimensionless pada persamaan (28), (29), dan (33) dapat dikonversi ke dalam nilai sebenarnya melalui persamaan-persamaan berikut. \[t_{ob}=t_{Dob} \frac{(V_p)_{pat}}{q}...(34)\] \[t_{s}=t_{Ds} \frac{(V_p)_{pat}}{q}...(35)\] \[t_{sw}=t_{Dsw} \frac{(V_p)_{pat}}{q}...(36)\] dimana:
\((V_p)_{pat}\) = pattern floodable pore volume

Laju alir minyak tertinggi (peak oil rate) terjadi saat waktu surfaktan breakthrough (ts). Nilai peak oil rate dinyatakan oleh: \[q_{opk} =q \frac{f_{opk}}{B_{of}}...(37)\] Setelah nilai dari parameter-parameter kurva laju produksi minyak diketahui, volume produksi minyak dan produksi air untuk setiap periode dapat dihitung. Perhitungan volume produksi fluida dibedakan dalam tiga interval waktu, yaitu (1) produksi sebelum oil breakthrough (t < tob) dan setelah zero oil rate (t > tsw), (2) produksi saat tobt < ts, dan (3) produksi saat ts < ttsw.

Selama periode tobt < ts, nilai oil cut akan terus naik secara linier karena semakin banyak lapisan yang memproduksikan minyak. Hal ini terjadi sampai tercapainya peak oil rate, yaitu saat t = ts. Untuk periode ts < ttsw, oil cut akan terus menurun secara linier karena semakin banyak lapisan yang memproduksi surfaktan atau polimer. Kecepatan surfaktan front diasumsikan tidak berubah selama mengalir di reservoir, juga saat polimer front mendahului surfaktan front di lapisan dengan nilai permeabilitas yang rendah.

Laju produksi minyak dan air untuk setiap periode dan setiap time step i adalah sebagai berikut. Untuk periode waktu pertama, yaitu t < tob dan t > tsw: \[q_o=0...(38)\] \[q_w=q...(39)\] Untuk periode waktu kedua, yaitu tobt < ts: \[q_o(i)=q_{opk} \left( \frac{t(i)-t_{ob}}{t_s-t_{ob}} \right)...(40)\] \[q_w(i)=\frac{q-[q_o(i)B_{of}]}{B_{wf}}...(41)\] Untuk periode waktu kedua, yaitu ts < ttsw: \[q_o(i)=q_{opk} \left( \frac{t_{sw}-t(i)}{t_{sw}-t_s} \right)...(42)\] \[q_w(i)=\frac{q-[q_o(i)B_{of}]}{B_{wf}}...(43)\] Saat t(i) = ts, qo(i) = qopk.

Selanjutnya, nilai overall oil recovery efficiency (\(E_R^0\)) akan dikoreksi terhadap efek crossflow. Koreksi terhadap nilai \(E_R^0\) memberikan nilai corrected overall oil recovery efficiency (\(E_R^C\)) seperti dinyatakan dalam persamaan berikut. \[E_R^C= 0.04 \log (RL) + 0.064+E_R^0...(44)\] \[RL = \sqrt \frac{k_v}{k_h} \left( \frac{XLIP}{h_{pay}} \right)...(45)\] \[XLIP = 0.7071 \sqrt {43560(A_{pat})}...(46)\] dimana:
\(APAT\) = pattern area
\(h_{pay}\) = reservoir net pay
\(RL\) = bilangan crossflow dimensionless.

Rasio antara corrected overall oil recovery dengan overall oil recovery dinyatakan oleh parameter crossflow performance factor (fCF), yang didefinisikan oleh persamaan berikut. \[f_{CF} = \frac{E_R^C}{E_R^0}...(47)\]

4.6.4 Karakteristik Injeksi Kimia

Terdapat dua zat kimia yang digunakan dalam micellar-polymer flooding, yaitu surfaktan dan polimer. Volume injeksi slug surfaktan per pola injeksi adalah: \[BSL = (V_p)_{pat}V_{PS}...(48)\] dimana VPS adalah slug size surfaktan injeksi. Adapun lama injeksi surfaktan dinyatakan oleh: \[t_{surf} = \frac{\left( \frac{BSL}{q} \right)}{365}...(49)\] Di lain pihak, volume injeksi polimer dinyatakan sebagai fungsi dari mobility ratio dan wettability dimana wettability dinyatakan dalam bentuk rasio permeabilitas relatif end-point, \(R=\frac{k_{rw}^0}{k_{ro}^0}\). Konsentrasi polimer awal dalam slug polimer injeksi dinyatakan oleh persamaan berikut. \[C_{poly}=111 \left( \frac{\mu_o}{\mu_w} \right)+B ...(50)\] dimana:
Untuk R \(\leq\) 0.1, \[B = 338...(51)\] Untuk 0.1 < R < 10, \[B = 338 + \left[ (R-0.1) \left( \frac{1032}{9.9} \right)\right]...(52)\] Untuk R \(\geq\) 10, \[B = 1370 ...(53)\] Volume injksi slug polimer per pola injeksi dinyatakan oleh persamaan berikut. \[BMB = (V_p)_{pat}V_{MB}...(54)\] Sedangkan lama periode injeksi polimer dinyatakan oleh: \[t_{MB}= \frac{\left( \frac{BMB}{q} \right)}{365}...(55)\]

4.6.5 Modifikasi Predictive Model Untuk Caustic dan Caustic-Polymer Flood

Selain micellar-polymer, pada predictive model yang dibangun terdapat juga pilihan tipe injeksi kimia lainnya, yaitu caustic flood, caustic-polymer flood, dan advanced caustic flood (surfactant flood). Untuk tiga tipe pilihan injeksi kimia ini, model melakukan modifikasi terhadap beberapa nilai parameter yang digunakan dalam algoritma micellar-polymer flood. Tabel berikut merangkum modifikasi yang dilakukan.

Modifikasi nilai sejumlah parameter MP _flood_ untuk kasus _caustic_ dan _caustic-polymer flood_

Gambar 1.8: Modifikasi nilai sejumlah parameter MP flood untuk kasus caustic dan caustic-polymer flood

 

4.7 Persamaan-Persamaan Dasar dan Nilai Default yang Digunakan Dalam Model

4.7.1 Viskositas Minyak

Viskositas minyak, \(\mu_o\), dihitung menggunakan korelasi Beggs-Robinson. Korelasi terlebih dahulu menghitung nilai viskositas dead oil, \(\mu_{od}\). \[\mu_{od}=10^x-1...(56)\] dengan \[X=\frac{Y}{T^{1.163}}\] \[Y = 10^Z\] \[Z= 3.0324-0.02023(API)\] dimana:
T = temperatur reservoir, \(^\circ\)F
API = gravity minyak, \(^\circ\)API.
Selanjutnya viskositas live oil dihitung dengan persamaan berikut. \[\mu_o = A (\mu_{od})^B...(57)\] dengan \[A=\frac{10.715}{(R_s+100)^{0.515}}\] \[B=\frac{5.44}{(R_s+150)^{0.338}}\]

4.7.2 Solution Gas-Oil Ratio

Solution gas-oil ratio, Rs, dihitung menggunakan korelasi Vasquez-Beggs. Korelasi terlebih dahulu melakukan koreksi terhadap nilai specific gas gravity, \(\gamma_g\), ke dalam kondisi tekanan dan temperatur separator. Separator diasumsikan berada pada tekanan 100 psig dan temperatur reservoir, T. \[\gamma_{g.100}=\gamma_g = \left[ 1+5.912(10^{-5})(API)(T) \log \left( \frac{64.7}{114.7} \right) \right]...(58)\] dimana nilai corrected specific gas gravity berada pada interval 0.8 \(\leq \gamma_{g.100} \leq\) 1.4.

Selanjutnya solution gas-oil ratio dihitung sebagai berikut.
Untuk \(API \leq\) 30: \[R_s = 0.0362 \gamma_{g.100}P_{form}^{1.0937}exp \left[ 25.724 \left( \frac{API}{T+460} \right) \right]...(59)\] Untuk \(API\) > 30: \[R_s = 0.0178 \gamma_{g.100}P_{form}^{1.187}exp \left[ 23.931 \left( \frac{API}{T+460} \right) \right]...(60)\]

4.7.3 Faktor Volume Formasi Minyak

Faktor volume formasi minyak, Bo, dihitung menggunakan korelasi Vasquez-Beggs. \[B_o = 1 + C_1R-s + (C_2 + C_3R_s)(T-60) \left( \frac{API}{\gamma_{g.100}} \right)...(61)\] dimana:
Untuk \(API \leq\) 30: \[C_1 = 4.677 (10^{-4})\] \[C_2 = 1.751 (10^{-5})\] \[C_3 = -1.811 (10^{-8})\] Untuk \(API\) > 30: \[C_1 = 4.67 (10^{-4})\] \[C_2 = 1.1 (10^{-5})\] \[C_3 = 1.337 (10^{-9})\]

4.7.4 Permeabilitas Relatif dan Fraksi Aliran Air

Nilai permeabilitas relatif minyak (kro) dan air (krw), fractional flow of water (fw) dan turunannya \(\left( \frac{\partial f_w}{\partial S_w} \right)\) dihitung dengan korelasi Corey. \[u_o = \frac{S_{w}-S_{orw}}{1-S_{wc}-S_{orw}}...(62)\] \[k_{ro}=X_{k_{roe}}u_o^{X_{no}}...(63)\] \[u_w = \frac{S_{w}-S_{wc}}{1-S_{wc}-S_{orw}}...(64)\] \[k_{rw}=X_{k_{rwe}}u_w^{X_{nw}}...(65)\] Nilai fraksi aliran air dan turunannya dihitung menggunakan persamaan berikut: \[f_w = \frac{1}{M_{wo}}...(66)\] \[\left( \frac{\partial f_w}{\partial S_w} \right) = f_w^2 \frac{\left( \frac{\mu_w}{\mu_o} \right)}{\left( \frac{k_{rw}}{k_{rw}UKR} \right)}...(67)\] dengan: \[M_{wo} = \frac{k_{ro}}{k_{rw}}\left( \frac{\mu_w}{\mu_o} \right)...(68)\] \[UKR = (k_{ro}D_{k_{rw}})-(k_{rw}D_{k_{ro}})...(69)\] \[D_{k_{rw}}= \frac{X_{nw}{k_{rw}}}{S_w - S_{wc}}...(70)\] \[D_{k_{ro}}= \frac{-X_{no}{k_{ro}}}{1-S_w - S_{orw}}...(71)\]

4.7.5 Nilai Default yang Dignakan Dalam Predictive Model

Nilai default dari sejumlah paramter yang digunakan dalam model dirangkum pada tabel berikut.

Tabel 4.1: Nilai default yang digunakan dari sejumlah parameter dalam predictive model
Parameter Nilai Default yang Digunakan
Tekanan reservoir, \(P_{form}\) \(P_{form}=15+0.433 (depth)\)
Temperatur reservoir, \(T\) \(T=60+0.017(depth)\)
Temperatur reservoir maksimum, \(T_{max}\) \(T_{max}=200\)
Salinitas air formasi, \(S\) \(S=50000 ppm\) TDS
Salinitas air formasi maksimum, \(S_{max}\) \(S_{max}=100000 ppm\) TDS
Specific gravity gas, \(\gamma_g\) \(\gamma_g = 0.8\)
Koefisien variasi permeabilitas Dystra-Parsons, \(V_{DP}\) \(V_{DP}=0.72\)
Faktor volume formasi minyak akhir, \(B_{of}\) \(B_{of}=1\)
Faktor volume formasi air akhir, \(B_{wf}\) Korelasi Keenan dan Keyes:
\(B_w=1+1.2(10^{-4})(T-60)+1(10^{-6})(T-60)^2-3.33(10^{-6})P_{form}\)
Viskositas air, \(\mu_w\) Korelasi Van Wingen:
\(\mu_w = exp[1.003-1.479(10^{-2})T+1.982(10^{-5})T^2]\)
Connate water saturation, \(S_{wc}\) \(S_{wc}=0.3\)
Densitas batuan formasi, \(\rho_{rock}\) \(\rho_{rock}=2.68g/ml\)
Densitas slug surfaktan, \(\rho_{s}\) \(\rho_{s}=1g/ml\)
Ukuran slug surfaktan dimensionless, \(\frac{V_{ps}}{D_s}\) \(\frac{V_{ps}}{D_s}=1.3\)
Konsentrasi surfaktan dalam slug injeksi, \(C_s\) \(C_s=0.05\)
Saturasi minyak residu, \(S_{orw}\) Untuk tipe batuan sandstone, \(S_{orw}=0.25\)
Untuk tipe batuan karbonat, \(S_{orw}=0.38\)
Permeabilitas relatif minyak saat \(S_{wc}\), \(X_{k_{roe}}\) Untuk tipe batuan sandstone, \(X_{k_{roe}}=0.8\)
Untuk tipe batuan karbonat, \(X_{k_{roe}}=0.4\)
Permeabilitas relatif air saat \(S_{orw}\), \(X_{k_{rwe}}\) Untuk tipe batuan sandstone, \(X_{k_{rwe}}=0.2\)
Untuk tipe batuan karbonat, \(X_{k_{rwe}}=0.3\)
Eksponen kurva permeabilitas relatif minyak, \(X_{no}\) \(X_{no}=2\)
Eksponen kurva permeabilitas relatif air, \(X_{nw}\) \(X_{nw}=2\)
Pore volume injeksi polimer, \(V_{MB}\) Untuk MP flood, \(V_{MB}=0.65\)
Untuk caustic flood, \(V_{MB}=0.001\)
Untuk caustic-polymer flood, \(V_{MB}=0.4\)
Koefisien injectivity, \(C_P\) \(C_P=0.3\)